Are you ready for 'Think Again'?


Pemikiran pemikiran lama yang harus dipikir ulang!
Udah lama gak ngepost sesuatu yang random. Berhubung sekarang aku lagi sangat santuy alias kagak ada kesibukan ngapa ngapain, aku ingin membagikan postingan ini. Yep, sesuai judulnya jadi tadinya ini adalah pemikiran seorang Bella yang belum dewasa. Tapi saat dia sedang belajar menjadi seorang dewasa, dia tau ada banyak hal yang gak bisa dipikirkan sebelah pihak begitu saja hanya karena itu adalah “pola pikir” yang selalu dianut orang sekitar. Ingat, yang biasa belum tentu benar.

Jadi inilah pemikirannya..
1. Mengira bahwa menjadi orang yang dikenal kalangan luas itu “harus menerima segala jenis komentar terhadap mereka”. Soalnya itu kan resiko pekerjaan.
Aku punya pemikiran ini sampai aku mengenal Gita Savitri. Yep, youtuber favoritku. Berhubung doi sempat rada rada kontroversial, aku mau kasih disclaimer bahwa ‘menurut aku’ gak semua hal tentang dia adalah benar. Inget, beliau bukan Tuhan. Kita juga bukan. Jadi ambil yang menurut kalian baik dan memang ada benarnya aja. BIJAK JADI MILENIALS, JANGAN TERIMA BERSIH DOANG, okay?
Sip, lanjut. Tadinya aku rada kesal sama doi yang selalu ngomentarin balik komentar buruk tentang doi. Termasuk sama komentar yang sepemikiran sama aku di atas, “kok uda jadi orang terkenal ya banyak dikomentarin orang itu resiko”. Gitu deh kurang lebih.
Terus lama lama aku terenyuh juga sama jawaban Gita (yang betewe gabisa aku copas 100% persis sama soalnya aku gak ingat) kira kira menjelaskan bahwa: entah itu selebgram, youtuber, dan lain lain mereka adalah manusia. Mereka punya hati dan pikiran. Gimana caranya orang komentar tapi kita cuma harus nerima doang? Gak boleh komplain sebab itu hak mereka dan itu adalah resiko kita?
Iya kalo itu adalah kritik membangun. Atau emang kontennya nyeleneh. Tapi tetap menurutku bukan jalan yang benar untuk kasih komentar yang buruk kembali. Nah kalo kontennya normal normal aja, terus dikasih hate comment? Masa kudu legowo sepanjang masa? Dikira hati orang seluas padang mahsyar kali ya?
Contoh paling gampang: kamu di body shaming. Hanya karena kamu udah update foto yang boleh dilihat orang-orang, bukan berarti lantas mereka boleh ngejelekin kamu.
Ada cerita one day aku mampir ke instagram-ku. Ngecek ke salah satu akun penyanyi yang umurnya lebih muda daripada aku. Doi upload foto close up dengan wajah jerawatan. Terus di kolom komen ada satu orang nanya, “kak kok jerawatan sih?”. Langsung deh banjir hujatan yang bilang bahwa ‘kan kita gak minta juga itu jerawat ada’ dan lain-lain.
I wont say yang dikomentari itu benar, karena itu adalah salah satu bentuk body shaming. DAN yang nge reply lagi dibawahnya juga kagak bener bener amat. Soalnya jawabannya rada rada nyelekit meski beberapa jawaban singkat saja dan tepat sasaran.  Next day penyanyi ini buat story kalau menurutnya gak salah dia ditanyai begitu. Maybe si netizen ini pernah liatnya muka dia baik-baik aja, so dia khawatir ketika tiba-tiba dia ngeliat wajahnya jadi breakout.
Nah, menurutku, kalau kalian orangnya gak insecure-an, komentar begitu adalah hal lumrah. Benar saja untuk dikomentari. Tapi pernah gak kalian mikir, bahwa untuk orang lain yang kepikiran, dia bakal panik, pusing, dan memilih untuk gak muncul dulu ke publik sementara waktu. Padahal there’s something no wrong about it. Its not your bussiness.
Menurutku, budaya berpikir seperti inilah yang membawa hate comment masih aja ada yang ngelakuin. Mereka berlindung dibalik tameng, “ya suka suka aku dong kan hak aku berkomentar”, atau “resiko elu lah”.
Be wise, guys. Kalo kalian emang gak suka sama konten dia, jauhh lebih baik untuk tidak memfollow atau kalian mute atau kalian skip dan scroll aja lah. Ninggalin jejak dengan komentar 'tidak berkepentingan' apalagi berkomentar buruk itu kagak ada untung untungnya, selain cuma nyakitin pihak tertentu. Serius :)

2. Mengira seharusnya semua orang punya muka mulus dan kulit putih.
Kalo yang ini sepertinya aku udah pernah tulis di blog pertama aku. Kalian bisa baca disini. Intinya, kulit putih yang jadi impian mayoritas kaum hawa itu adalah standar kecantikan yang dibuat orang orang. Kalau kalian gak sesuai sama standar mereka ya gak masalah. Kalo kalian gak punya muka mulus karena gampang jerawatan, GAK BERDOSA GUYS!
Dulu aku insecure banget sama mukaku karena gampang jerawatan. Malu kalo jumpa orang sampe ditutup tutupin. Kalo foto mau di upload harus diedit dulu. Sedih banget inget masa masa insecure itu, karena aku jadi kehilangan kepercayaan diri buat foto sana sini.
Makin kesini aku paham kalau merawat wajah itu bentuk self love.
Ketika kalian merawat wajah demi dipandang menarik oleh orang lain, saat ini juga ubah mindset kalian! Why? Karena kalian gak akan pernah puas. Liat orang lain lebih mulus, “ih aku pingin kayak dia”, “kok muka aku gak kayak gitu ya”. Liat muka mulai tumbuh satu jerawat, “gimana ni muka aku jerawatan?!”.
Tapiii ketika kalian merawatnya karena kalian memang senang merawat diri sebagai bentuk syukur kalian atas apa yang kalian miliki, maka kalian gak akan tiba-tiba insecure atau stress cuma karena ada jerawat silaturahmi di wajah kalian. It’s a normal thing :)
Ingat, jangan membangun kebahagiaanmu di atas standarisasi orang lain.
Kalo kata Oprah Winfrey, “so long as you’re still worried about what others think of you, you are owned by them. Only when you require no approval from outside yourself, you can own yourself”.

Ya ampun uda lama banget gak ngetik isi kepala sepanjang ini! Padahal kalo dibaca ulang isinya bentaran doang. Sebenarnya ada 3 pemikiran lagi yang udah masuk ke draft aku. Tapi berhubung mood nya uda rada rada hilang timbul, aku memutuskan untuk menyambungnya lain hari saja biar bener-bener tersampaikan semua.
Kalau kalian punya pemikiran-pemikiran sejenis yang pengen banget kalian sampaikan biar orang-orang "Berpikir Ulang", atau masukan dan lainnya pada tulisan ini, please leave your comment!

See ya!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku: Amor Fati by Rando Kim #5

Review Buku: The Book of Invisible Questions by Lala Bohang #4