Review Buku: The Book of Invisible Questions by Lala Bohang #4

Hari ini aku pingin review buku yang ‘sedikit berbeda’ dari buku-buku yang biasanya aku posting, judulnya The Book of Invisible Questions. Buat readers yang punya kontak wa-ku pasti tau beberapa saat lalu aku sering banget ngeposting isi novel yang kubaca dalam bahasa inggris, thats it. Alasan kenapa bukunya kukatakan berbeda adalah karena isinya full english. Dia juga bukan novel-novel fiksi seperti yang biasanya kubaca, tapi lebih tentang kehidupan sehari-hari.
Langsung aja, kita masuk ke review.



Judul : The Book of Invisible Questions
Penulis : Lala Bohang
Tempat terbit : Jakarta
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2017
Jumlah halaman : 147
ISBN : 978 602 03 5535 1

Isi dari halaman belakangnya begini:

Who?
A breathing meat

Why?
Some breathing meat lucky enough to understand their purpose of existence. But most of the meats have no idea why they exist in the universe. The meat who knows and the meat who doesn’t know experience the same pain, uncertainty, and heartbreak, but have different points of view on everything.

Where?
Under the sky. On the soil. Between the air and the sea. In the arms of people who treat you badly.

What?
Something you don’t know and something you know. If you’re lucky you’ll find the answer but other questions will come to you soon after that.

When?
Not today.

Kalo orang-orang yang udah sering baca buku-buku motivasi dan buku-buku self-apaaa gitu sebutannya, mereka kurang lebih bakal langsung nyadar isinya kurang lebih akan seperti apa. Nah, buat orang-orang yang belum tau, isi bukunya tuh kebanyakan kata-kata atas pertanyaan-pertanyaan kecil dalam hidup kita. Invisible questions.
Tapiii baca lagi tu yang disebutin di bagian cover belakang. Breathing meat have different points of view on everything. So, cuma orang-orang yang bijak dan mau berusaha bijak yang bisa memahami isi buku ini.
Kalau kalian merasa kurang jago bahasa inggris, tenang aja gaess. Aku juga bukannya jago jago banget. Mungkin bakalan ada beberapa vocab yang gak kalian ketahui, tapi selama kalian masih punya dictionary di hp kalian so masih bisa ditangani. Gak seperti harus mengartikan buku-buku referensi kuliah yang ribet banget bahasanya. Mungkin juga karena yang dibahas di buku ini adalah kehidupan sehari-hari.
Untuk beberapa pandangan, mungkin karena doi dan aku memiliki gaya hidup yang berbeda, beberapa part terpaksa aku skip. Karena bahasanya yang menurutku ‘gak sesuai’, gak tau sih gimana cara bilangnya. Anggap aja karena perbedaan pandangan atau pendapat.

Tapi overall, aku suka banget sama banyak banget jawaban dari buku-buku ini. Mungkin karena bacaannya termasuk jenis ‘ringan’, aku bacanya pelan-pelan banget. Baca pas lagi pengen, terus fotoin semua part yang aku anggap menarik dan posting di story whatsapp aku. Gak heran deh mungkin viewers-ku udah muak dengan postinganku. Hehe
Saking pelannya aku baca, aku namatinnya sekitar 2 bulan gitu. Sampe temenku yang balas story-ku pada nanya, “di rekom gak nih bacaannya?”, “menurut ko gimana keseluruhan isinya?” trus aku baru nyadar kalo aku belum selesai baca untuk bisa kasih tanggapan.
So disini aku bakal nanggapin, yes aku recommended buku ini untuk kalian kalian baca. Buat kalian yang gak suka jenis bacaan berat kayak yang biasa aku baca, buat yang kalian gak punya banyak waktu untuk baca buku tapi suntuk banget hidup gak baca-baca, sabi banget baca dia. Aku yang awalnya mikir, ‘oh gini gini doang isinya’ sampe ke titik ‘ni penulis dapat wahyu pemikir dari mana ya kok bisa kepikiran nulis begini’.

Kalo ditanya apa pendapatku yang kurang dari buku ini.. mungkin karena font nya.
Ukuran fontnya terlalu kecil, cuma seukuran font halaman kalo di novel-novel. Masalahnya adalah, satu lembar si doi ini jarang banget terisi penuh (bukannya gak pernah penuh sama sekali). So, menurutku ketika satu lembarnya cuma terisi 3-4 kalimat, kayaknya gak masalah untuk ngebesarin fontnya.
Terus juga jenis font-nya gitu gitu aja, kalo lebih banyak variasi font-nya nih buku pasti instagramable banget. Oh ya, juga warnanya! Soalnya sepanjang buku lu cuma bakal nemu warna hitam, biru dan putih.
Truss apalagi ya, selain isi mungkin juga gambarnya. Jadi di buku ini tu tersedia beberapa gambar-gambar abstrak gitu. Entah akunya yang gak punya jiwa seni atau apa, aku merasa gambarnya rada absurd. Gak berani mengartikan maksud si gambar apaan. So, menurut aku kalo kalian bingung dengan gambarnya, liat isinya aja. Wkwk

Okay, thats it.
Untuk yang bukan viewers-viewers ku, aku bakalan menuliskan beberapa kata-kata yang.. lets say mungkin bakal membuat kalian sedikit mengerti kenapa buku ini di rekom.

Why can’t people trust each other?
Human beings aren’t trustworthy. Become more tolerant and you can trust more.

How to accept everything just as it is?
Shut down your brain
Turn off your heart
Close your eyes
Be invisible

When you feel hopeless, begin to zoom out everything.
Everything will start to appear as a small dot.
Then nothing will seem worthy enough to bother you because they all look the same.
Zooming out will wipe away all of your uneasy thoughts.
When you’re aware and you realize everything is nothing more than just a dot, you won’t be easily triggered anymore.
The more you zoom out, the smaller they get, the lighter they become.
Nothing is special.
Nothing is worthy.
Save this in your head.
Zoom out.
Zoom out.
Zoom out.
Zoom out.

Are we human beings or animals?

Knowing the answer won’t change much.


Dont forget to visit my previous blog disini

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku: Amor Fati by Rando Kim #5

Are you ready for 'Think Again'?